Jakarta – Kebijakan Gubernur Jawa Barat periode lalu, Dedi Mulyadi, yang mengirimkan pelajar bermasalah ke barak militer guna mendapatkan pembinaan kedisiplinan sempat menjadi sorotan nasional. Langkah tak konvensional itu menuai pro dan kontra di masyarakat, terutama dari kalangan pakar pendidikan dan perlindungan anak.
Alih-alih memberikan hukuman biasa, Dedi lebih memilih menempatkan para remaja nakal di lingkungan yang disiplin ketat — mirip suasana militer — sebagai upaya rehabilitasi karakter. Ia meyakini, pengalaman tersebut dapat merubah pola pikir dan perilaku negatif para pelajar tersebut.
Namun, di sisi lain, pendekatan yang dilakukan oleh Pramono Anung, Gubernur DKI Jakarta terpilih, cukup berbeda. Ia lebih menitikberatkan pada penguatan peran keluarga dan lingkungan dalam penanganan anak-anak bermasalah. Menurutnya, akar permasalahan perilaku menyimpang pada anak seringkali bersumber dari dinamika rumah tangga dan pergaulan sehari-hari.
“Anak bukan hanya butuh teguran, tapi juga butuh pemahaman, kasih sayang, dan solusi dari penyebab masalahnya,” ujar Pramono saat sesi tanya jawab kampanye lalu.
Perdebatan Metode Rehabilitasi Anak: Militerisasi atau Pemulihan Sosial?
Langkah Dedi Mulyadi memicu diskusi luas di kalangan tokoh pendidikan dan psikologi anak. Sebagian pihak melihat metode ini efektif untuk menegakkan kedisiplinan secara cepat, tetapi tidak sedikit yang mengkritik karena dianggap bisa membahayakan psikologis anak jika tidak diawasi secara profesional.
Sebaliknya, pendekatan ala Pramono yang lebih humanis dinilai lebih ramah terhadap hak anak dan fokus pada aspek pencegahan jangka panjang. Namun, kritik pun muncul bahwa cara ini membutuhkan waktu lebih lama untuk menunjukkan hasil nyata.
Mana yang Lebih Efektif?
Pakar psikologi pendidikan, Dr. Lintang Wening, mengatakan kedua pendekatan memiliki kelebihan dan risiko tersendiri. “Pembinaan ala militer bisa efektif untuk anak-anak yang sudah sangat sulit dikontrol, selama dilakukan dengan supervisi ahli. Tapi untuk mayoritas kasus, intervensi sosial dan keluarga jauh lebih sustainable,” katanya.
Kini, dengan kepemimpinan baru di DKI Jakarta dan berakhirnya masa jabatan Dedi Mulyadi di Jabar, publik mulai menanti model penanganan anak bermasalah di daerah-daerah lain. Apakah akan mengadopsi pendekatan militeristik atau lebih condong ke model rehabilitasi sosial?
Yang jelas, tantangan generasi muda tetap menjadi isu strategis yang harus dijawab dengan kebijakan yang tepat, proporsional, dan berbasis data.
by:Nissa
