Jakarta, 22 Mei 2025 – Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, menyatakan kemampuannya untuk memprediksi secara akurat jadwal hujan deras, banjir rob, dan waktu kritis potensi bencana banjir di Ibu Kota. Klaim ini disampaikan berdasarkan data harian dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) yang menurutnya menjadi “santapan sehari-hari”.
Dalam pernyataannya di Balai Kota DKI, Rabu (21/5/2025), Pramono menjelaskan bahwa banjir di Jakarta disebabkan oleh tiga faktor utama: kiriman dari wilayah hulu, hujan lokal, dan rob akibat pasang air laut. Ia menegaskan bahwa kondisi banjir masih terkendali selama curah hujan tidak melebihi 200 milimeter (mm). “Termasuk hari ini, curah hujan belum mencapai tingkat ekstrem,” ujarnya.
Namun, di balik klaim tersebut, sejumlah pertanyaan muncul dari para pakar dan masyarakat. Faktor-faktor seperti keterbatasan infrastruktur drainase, penurunan tanah (land subsidence), dan ketidakmerataan distribusi pompa air di titik rawan banjir dinilai masih menjadi tantangan serius. Data dari Dinas Sumber Daya Air DKI menunjukkan bahwa beberapa wilayah seperti Jakarta Utara dan Jakarta Timur masih sering terdampak banjir meski curah hujan di bawah ambang 200 mm.

Respons Pakar dan Masyarakat
Klimatolog dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Dr. Emilya Nurjani, mengapresiasi upaya pemerintah dalam memanfaatkan data BMKG. Namun, ia mengingatkan bahwa prediksi cuaca saja tidak cukup tanpa disertai tindakan mitigasi yang konkret. “Prediksi adalah langkah awal, tetapi yang lebih penting adalah kesiapan infrastruktur dan respons cepat saat bencana terjadi,” tegasnya.
Sementara itu, warga di kawasan Penjaringan, Jakarta Utara, mengaku masih sering menghadapi banjir rob meski curah hujan rendah. “Prediksi boleh akurat, tapi kalau pompa tidak menyala atau gorong-gorong tersumbat, kami tetap kebanjiran,” keluh Andi, seorang nelayan setempat.
Langkah ke Depan
Pramono menyatakan telah menginstruksikan kesiapan semua pompa air jika curah hujan melebihi 200 mm atau terjadi banjir kiriman. Namun, langkah jangka panjang seperti normalisasi sungai, pembangunan waduk, dan penanganan land subsidence dinilai masih perlu dipercepat.
Dengan musim hujan yang diprediksi BMKG akan semakin tidak menentu akibat perubahan iklim, kolaborasi antara pemerintah, pakar, dan masyarakat menjadi kunci untuk mengurangi risiko banjir di Ibu Kota.
By : Alime