Home / Crime / Polri Bongkar Sindikat Gas Oplosan Karawang-Semarang: Kerugian Negara Capai Rp 5,6 M!

Polri Bongkar Sindikat Gas Oplosan Karawang-Semarang: Kerugian Negara Capai Rp 5,6 M!

Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Bareskrim Polri kembali membongkar jaringan pengoplosan gas LPG bersubsidi yang merugikan negara. Kali ini, dua lokasi berbeda, Karawang dan Semarang, menjadi sasaran operasi penegakan hukum.

Brigjen Pol Nunung Syaifuddin, Dirtipidter Bareskrim Polri, menjelaskan dalam konferensi pers di Mabes Polri bahwa praktik pengoplosan gas bersubsidi ini secara langsung merugikan masyarakat kecil yang seharusnya menjadi penerima manfaat subsidi.

“Kondisi masyarakat kecil di negara kita masih sangat mendominasi. Oleh karena itu, kami berusaha semaksimal mungkin untuk mencegah atau setidaknya meminimalisir penyalahgunaan barang-barang bersubsidi,” tegasnya.

Dalam operasi ini, pihak kepolisian berhasil mengamankan total empat orang yang diduga terlibat. Brigjen Pol Nunung kemudian memaparkan modus operandi yang dilakukan oleh para tersangka di kedua wilayah tersebut:

Kasus Karawang: Keterlibatan Pangkalan

Kasus pertama terungkap di Dusun Kerajan, Kelurahan Pasir Mukti, Kecamatan Telaga Sari, Kabupaten Karawang. Tersangka dengan inisial TN alias E menjalankan praktik ilegal penyuntikan gas langsung dari pangkalan resmi miliknya.

Modus operandinya adalah memindahkan gas dari tabung subsidi 3 kilogram ke tabung non-subsidi 12 kilogram untuk kemudian dijual dengan harga yang lebih tinggi. Lebih parahnya, proses ini dilakukan langsung di pangkalan resmi.

“Biasanya, pembeli mengambil gas dari pangkalan, lalu baru menyuntik atau memindahkannya ke tabung non-subsidi. Namun, dalam kasus ini, justru pangkalan itu sendiri yang terlibat aktif,” ungkap Nunung.

Di lokasi kejadian, petugas menemukan aktivitas penyuntikan gas LPG 3 kilogram ke tabung 12 kilogram non-subsidi. Hasil penindakan menunjukkan polisi menyita 386 tabung gas berbagai ukuran, 20 regulator modifikasi, 1 unit mobil pickup, dan sejumlah peralatan pendukung lainnya.

Tersangka TN diperkirakan mendapatkan keuntungan sekitar Rp 106 juta setiap bulannya. Jika diakumulasikan selama setahun, keuntungan yang diraup mencapai Rp 1,27 miliar.

Kasus Semarang

Sementara itu, pengungkapan kasus di Semarang dilakukan di sebuah gudang yang terletak di Jalan Perintis Kemerdekaan, Kelurahan Budak Payung, Kecamatan Banyumanik. Tiga orang tersangka berhasil ditangkap, yaitu FZSW alias A (pemilik modal dan pemilik gudang), DS, dan KKI (yang bertindak sebagai pelaku penyuntikan atau ‘dokter’).

Gudang tersebut diketahui telah dicabut izin operasionalnya sejak tahun 2020, namun masih memasang plang izin usaha untuk mengelabui masyarakat. Aktivitas penyuntikan dilakukan secara sembunyi-sembunyi, biasanya berlangsung mulai pukul 18.00 WIB hingga pukul 03.00 WIB dini hari.

“Para tersangka penyuntik rata-rata mampu menyuntikkan sebanyak 50 hingga 60 tabung 12 kilogram dalam sehari. Jika mereka bekerja berdua, maka dalam sehari mereka bisa mengisi 100 hingga 120 tabung 12 kilogram,” jelas Nunung.

Dari lokasi di Semarang, petugas menyita total 4.109 tabung gas berbagai ukuran, termasuk 3.346 tabung ukuran 3 kilogram yang merupakan barang subsidi. Selain itu, diamankan pula dua unit mobil pickup, satu unit truk, selang-selang, timbangan, dan sejumlah segel palsu.

Kerugian Negara Mencapai Rp 5,6 Miliar

Berdasarkan hasil penyelidikan, praktik ilegal penyuntikan gas ini telah berlangsung sejak bulan November 2024. Khusus dari kasus Semarang saja, jumlah gas bersubsidi yang disalahgunakan mencapai 155.634 tabung. Dengan asumsi nilai subsidi sebesar Rp 36 ribu per tabung, kerugian negara diperkirakan mencapai Rp 5,6 miliar.

“Angka ini bukanlah keuntungan yang mereka dapatkan, melainkan kalkulasi kerugian akibat hilangnya barang subsidi yang seharusnya diterima oleh masyarakat yang berhak,” tegas Nunung.

Pihak kepolisian masih terus mendalami untuk mengetahui perkiraan kerugian negara yang diakibatkan oleh praktik pengoplosan di Karawang.

Para tersangka dijerat dengan Pasal 40 ayat 9 Undang-undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja yang mengubah Pasal 55 UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Mereka terancam hukuman maksimal enam tahun penjara dan denda hingga Rp 60 miliar.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *