Sebuah usulan kontroversial dari Gubernur Jawa Barat saat itu, Dedi Mulyadi, mencuatkan perdebatan hangat di masyarakat. Beliau menyarankan agar penerima bantuan sosial (bansos) diwajibkan menjalani vasektomi sebagai bentuk dukungan terhadap program Keluarga Berencana (KB).
Sebagai informasi, vasektomi adalah prosedur medis permanen bagi pria untuk mencegah kehamilan. Proses ini dilakukan dengan menghentikan aliran sperma.
Usulan ini tentu saja memicu beragam reaksi, dengan sebagian besar pihak menyatakan penolakan keras.
Berikut adalah rangkuman dari berbagai respons dan penolakan terhadap usulan tersebut, yang dikumpulkan oleh kumparan pada hari Sabtu, 3 Mei:
-
Tanggapan Kementerian Sosial: Tidak Dapat Dipaksakan
Menteri Sosial saat itu, Saifullah Yusuf, yang akrab disapa Gus Ipul, mengakui bahwa ide tersebut sejalan dengan tujuan program KB. Namun, beliau menekankan bahwa vasektomi tidak dapat dipaksakan sebagai syarat penerimaan bansos.
“Semua ketentuan terkait usulan ini sedang kami pelajari secara seksama. Ide ini sebenarnya baik untuk mendukung program KB. Akan tetapi, kami memerlukan waktu lebih lanjut untuk mengkaji implikasinya, karena penyaluran bansos memiliki prosedur yang harus diikuti,” jelas Gus Ipul kepada awak media di Istana Negara, Jakarta, pada hari Rabu, 30 April.
“Tidak bisa serta merta dipaksakan.”
Menurutnya, usulan Dedi Mulyadi memerlukan kajian mendalam dari berbagai sudut pandang.
“Misalnya, ide Kang Dedi agar penerima bantuan sosial terlibat dalam pengelolaan sampah atau kegiatan bersih-bersih lingkungan adalah ide yang sangat baik. Namun, jika dikaitkan dengan syarat vasektomi, terus terang kami masih perlu melakukan kajian lebih lanjut,” tambahnya.
-
Fatwa MUI Jawa Barat: Haram Hukumnya
Sekretaris MUI Jawa Barat, Rafani Achyar, menegaskan bahwa vasektomi dianggap haram dalam pandangan Islam. Beliau menyebutkan bahwa fatwa terkait hal ini telah dikeluarkan sejak tahun 1979 dan diperbarui pada tahun 2012.
“Vasektomi menurut fatwa MUI tidak diperbolehkan, hukumnya haram,” tegasnya saat dihubungi oleh wartawan pada hari Jumat, 2 Mei.
Meski demikian, beliau menjelaskan bahwa terdapat beberapa kondisi pengecualian di mana vasektomi diperbolehkan. Kondisi tersebut antara lain dilakukan untuk tujuan yang sesuai dengan syariat, tidak menyebabkan kemandulan permanen.
“Ketiga, harus ada jaminan bahwa dapat dilakukan rekanalisasi, atau disambung kembali, karena prosedur vasektomi melibatkan pemotongan saluran sperma. Keempat, tidak menimbulkan bahaya atau mudharat, dan kelima, tidak dimasukkan ke dalam program atau metode kontrasepsi permanen,” paparnya.
Terkait hal ini, beliau menyarankan agar Dedi Mulyadi, bersama dengan pihak pemerintah terkait, mencari solusi alternatif selain vasektomi. Namun, Rafani Achyar menegaskan bahwa MUI tidak mempermasalahkan penerapan program KB secara umum.
“Kami tetap harus mencari jalan keluar agar program KB ini berhasil, namun tetap tidak melanggar prinsip-prinsip syariah,” tambahnya.
-
Ketua MUI Mengimbau Umat Islam Menolak Bansos Bersyarat Vasektomi
Ketua MUI, KH Cholil Nafis, turut mengkritik usulan Dedi Mulyadi. Beliau mengimbau umat Islam untuk menolak bantuan sosial jika persyaratan penerimaannya adalah vasektomi.
“Mayoritas yang berpotensi menjalani vasektomi adalah umat Muslim. Oleh karena itu, saya menyarankan kepada umat Muslim, jika syarat untuk menerima bansos adalah vasektomi, sebaiknya tidak mendaftar. Insyaallah, saudara-saudara akan menemukan jalan rezeki yang lain,” tulis Kiai Cholil di akun media sosialnya @cholilnafis pada hari Jumat, 2 Mei. Pihak kumparan telah memperoleh izin untuk mengutip pernyataan tersebut.
Kiai Cholil menjelaskan bahwa Islam melarang tindakan pemandulan permanen, namun memperbolehkan pengaturan jarak kelahiran.
Kiai Cholil berpendapat bahwa ada cara lain yang lebih efektif untuk mengatasi kemiskinan, yaitu dengan meningkatkan kualitas pendidikan masyarakat agar mampu menciptakan lebih banyak lapangan kerja.
“Seharusnya, upaya mengatasi kemiskinan dilakukan dengan mencerdaskan masyarakat sehingga mereka mampu menciptakan lapangan kerja,” tegasnya.
Selain itu, beliau menyarankan untuk meningkatkan kepedulian sosial dari kalangan mampu terhadap masyarakat miskin melalui zakat, infak, dan sedekah.
Kiai Cholil juga mengingatkan bahwa pertumbuhan penduduk di Indonesia cenderung stabil, bahkan cenderung menurun.
“Mengurangi angka kelahiran bukanlah solusi, melainkan hanya menciptakan kekosongan di negeri ini,” kata pengasuh Pondok Pesantren Cendikia Amanah-Depok ini.
-
Komnas HAM: Hak Reproduksi Adalah Hak Privat
Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Atnike Nova Sigiro, berpendapat bahwa keputusan untuk memiliki keturunan atau tidak adalah hak asasi manusia yang bersifat pribadi. Hak ini tidak boleh ditukar dengan bantuan sosial.
“Ini adalah ranah privasi. Vasektomi dan tindakan medis lainnya terhadap tubuh adalah bagian dari hak asasi. Oleh karena itu, sebaiknya tidak dipertukarkan dengan bantuan sosial atau hal-hal lainnya,” kata Atnike saat dihubungi pada hari Jumat, 2 Mei.
Beliau menjelaskan bahwa pemberian hukuman fisik semacam itu tidak diperbolehkan. Tindakan terhadap tubuh, menurutnya, bertentangan dengan prinsip-prinsip hak asasi manusia.
“Hukuman pidana yang melibatkan penghukuman fisik pun tidak diperbolehkan dalam diskursus hak asasi manusia, apalagi jika dipertukarkan dengan bantuan sosial. Itu adalah otoritas tubuh. Pemaksaan program KB saja merupakan pelanggaran HAM,” pungkasnya.