PrakarsaWarga.Com – Di depan gerbang Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jalan Medan Merdeka Selatan, suasana tegang namun terkendali mengiringi aksi protes yang digelar oleh sekelompok aktivis dan seniman jalanan, dikenal sebagai “Manusia Silver”, menolak kehadiran atlet Israel dalam Kejuaraan Dunia Senam Artistik 2025 yang akan berlangsung di Jakarta pada 19–25 Oktober mendatang.
Aksi tanggal 7 Oktober 2025 yang dimulai pukul 14.00 WIB ini menarik perhatian pengguna jalan dan warga sekitar, tak hanya karena visual unik para peserta yang mengecat tubuh mereka dengan cat perak—simbol kesetaraan dan ketidakberdayaan korban konflik—tapi juga karena pesan politik yang tegas dan emosional yang mereka sampaikan melalui poster-poster besar.
“TOLAK KEHADIRAN ATLET ISRAEL” — SUARA SOLIDARITAS PALESTINA
Para “Manusia Silver” berdiri berbaris di tepi jalan, sebagian berjongkok, sebagian berdiri tegak, memegang poster bertuliskan:
- “TOLAK KEHADIRAN ATLET ISRAEL — PELAKU GENOSIDA”
- “ISRAEL? NO — WORLD ARTISTIC GYMNASTICS YES”
- “DUKUNG WORLD ARTISTIC GYMNASTICS, TOLAK ATLET ISRAEL”
Salah satu peserta, yang enggan menyebutkan nama, menjelaskan bahwa aksi ini bukanlah bentuk penolakan terhadap olahraga atau atlet secara personal, melainkan bentuk solidaritas terhadap rakyat Palestina yang sedang menghadapi situasi kemanusiaan yang mengerikan.
“Kami tidak anti-olahraga. Kami bahkan mendukung kejuaraan dunia ini. Tapi kami tidak bisa diam jika negara yang terlibat dalam genosida menjadi bagian dari ajang internasional yang seharusnya mempromosikan perdamaian,” ujarnya sambil menunjuk gambar anak-anak Palestina yang tertulis di poster.
Beberapa peserta demo yang mengenakan syal bergaya keffiyeh Palestina dan membawa bendera Palestina yang berkibar di antara pepohonan hijau di sekitar lokasi aksi.
RESPON MASYARAKAT DAN MEDIA SOSIAL
Aksi ini cepat viral di media sosial, dengan tagar #TolakAtletIsrael dan #PalestinaMendunia menjadi trending topic di Twitter dan Instagram. Banyak netizen menyatakan dukungan atas solidaritas yang ditunjukkan, meski sebagian lain mengkritik bahwa olahraga seharusnya terpisah dari politik.
Namun, bagi para “Manusia Silver”, pesan mereka jelas: “Olahraga bukan alat untuk melegitimasi kekejaman.”
PENUTUP: ANTARA OLAHRAGA DAN KEMANUSIAAN
Di tengah debat panjang tentang netralitas olahraga versus tanggung jawab moral, aksi di depan Kedubes AS ini menjadi simbol bahwa suara rakyat masih bisa bersuara—meski dengan tubuh dicat perak, tanpa suara keras, tapi dengan hati yang berdetak kuat untuk keadilan.
Kejuaraan Dunia Senam Artistik 2025 akan segera digelar. Tapi sebelum medali diberikan, pertanyaan lebih besar mungkin harus dijawab: Apakah dunia olahraga benar-benar tempat semua orang bisa bersaing tanpa bayang-bayang konflik? Ataukah ia juga harus menjadi ruang untuk menegaskan nilai-nilai kemanusiaan?